Ja’far Shodiq bergelar Al Shadiq
Alkisah, Ja’far Shodiq bergelar Al Shadiq karena kejujuran beliau dalam menuliskan silsilah nasabnya dikulit Ja’far (unta), yang menyebabkan ia dinasabkan padanya, berbeda dengan orang yang menasabkannya pada leluhur-leluhurnya.
Tulisan itu juga berisi hal-hal yang dibutuhkan oleh keturunan-keturunannya sampai hari kiamat, pembahasan tentang ilmu kimia dan sebagainya.
Termasuk juga wasiat-wasiat beliau kepada putranya, Musa Al Kadzim, antara lain ;
Ø “Barang siapa rela akan ketetapan Alloh untuknya,dia adalah orang yang kaya sedangkan orang yang membiarkan matanya melihat kelebihan orang lain maka, dia adalah orang miskin”,
Ø “Barangsiapa tidak ridho atas ketentuan Alloh padanya maka, ia adalah orang yang meragukan kepastian Alloh”,
Ø “Barangsiapa yang membuka aib orang lain niscaya, akan terbuka pula aibnya”,
Ø “Barangsiapa menghunus pedang pengkhianatan maka, ia akan terbunuh dengan pedang itu”
Ø “Barangsiapa menggali sumur untuk mencelakakan oranglain,terjerumus pula ia kedalamnya”,
Ø “Barangsiapa merendahkan orang bodoh, maka ia adalah orang yang hina”,
Ø “Barangsiapa berkumpul dengan para ‘ulama, mulialah ia”,
Ø “Barangsiapa memasuki tempat-tempat tercela,iapun disangka tercela”,
Ø “Barangsiapa meremehkan kesalahan diri sendiri, pasti membesar-besarkan kesalahan orang lain”.
Ibnu Syibromah bercerita,” Suatu hari aku dan Abu Hanifah menemui Ja’far Shodiq.
Ibnu Syibromah : “ Laki-laki ini (Abu Hanifah ) adalah salah satu Fuqoha’ tanah Iraq “.
Ja’far Shodiq : “ Jangan-jangan dia adalah orang yang mengukur agama dengan
pemikirannya. Apakah dia Nu’man Ibnu Stabit?”.
Ibnu Syibromah :Terdiam karena tak mengetahui nama laki-laki itu (abu Hanifah).
Abu Hanifah : “ Benar aku adalah Nu’man Ibnu Stabit, Ashlahakallahu.”
Ja’far Shodiq : “ Bertaqwalah kau pada Alloh dan janganlah kau ukur agama dengan pemikiranmu, karena makhluq yang pertama kali melakukan hal itu adalah iblis saat dia mengatakan bahwa dia lebih baik dari Adam. Iblis telah membuat kesalahan dan tersesat dengan pemikirannya itu. Apakah pantas jika kau lebih menghargai tubuhmu daripada kepalamu ?”.
Abu Hanifah ; “ Tidak”.
Ja’far Shodiq : “ Beritahukan padaku, kenapa Alloh menjadikan rasa asin di kedua mata, rasa pahit di kedua telinga, air di hidung dan rasa manis di kedua bibir?”.
Abu Hanifah : “Entahlah”.
Ja’far : “Alloh menjadikan semua itu sebagai anugrah bagi hamba-hambanya, kedua mata adalah lemak yang jika rasanya tidak asin pasti akan meleleh,telinga untuk memimpin,jika rasanya tidak pahit maka kau pasti akan memakannya, sedangkan hidung untuk menghirup udara bersih atau kotor,jika tak ada air didalamnya niscaya takkan tercium bau,
sedangkan bibir untuk makan, jika didalamnya tak ada rasa manis pasti tak akan tercipta kenikmatan.
Ja’far : “Beritahukan padaku, kalimat yang awalnya syirik tapi akhirnya iman”.
Abu Hanifah : “Aku tak tahu”.
Ja’far : “Hiya laa ilaaha illalooh. Dan manakah yang lebih berdosa, membunuh atau berzina”.
Abu Hanifah : “Membunuh, sebab Alloh menerima dua saksi dalam pembunuhan sedangkan dalam perzinahan hanya menerima lebih dari empat saksi”.
Ja’far : Terdiam sesaat kemudian berkata, “Manakah yang lebih utama antara puasa dan sholat?”
Abu Hanifah : “Sholat. Oleh sebab itu Alloh mewajibkan perempuan yang haidh untuk mengqodho puasanya tetapi tidak mewajibkannya mengqodho sholat.
Ja’far : Terdiam sebentar kemudian berkata lagi,”Hai anak muda, bertaqwalah kepada Alloh dan jangan berbicara tentang masalah agama menurut pemikiranmu sendiri, karena suatu hari kita akan menghadap Alloh seraya berkata –Alloh berfirman seperti ini, Rosuluuloh bersabda seperti itu sedangkan kau dan teman-temanmu mengurangi dan menambahi dengan pemikiran kalian. Alloh memperlakukan kita dan kamu semua sesuai dengan kehendakNya”.
Ibnu Syibromah berpendapat bahwa penambahan saksi dalam perzinahan bertujuan untuk menutupi perzinahan tersebut, sedangkan gugurnya kewajiban sholat bagi perempuan haidh disebabkan karena terlalu banyak serta berulang-ulangnya sholat, sehingga terdapat keringanan didalamnya.
Kerinduan seorang pemuda dan peristiwa penyerahan hajar aswad tidaklah terjadi selain pada Nabi Muhammad SAW.
Disebutkan dalam kedua syair :
Kerinduan seorang pemuda pada sang Nabi yang menggebu gebu, membuatnya berulang kali bersenandung layaknya domba yang bunting
Maka sang Nabi bergegas memeluknya hingga ia merasa gembira karena saat itu,
Semua orang dalam masa hidupnya mempunyai kenangan yang tak mungkin kembali.
KEWAJIBAN PENGUTUS DAN UTUSANNYA
Menurut Yahya Al Barmakiy, 3 hal yang menunjukkan kecerdasan seseorang adalah hadiah, tulisan, dan utusan.
Abu Al Aswad Al dauli, pernah mendengar seseorang bersenandung :
Jika kamu menjadi pengutus, maka utuslah orang yang bijaksana dan janganlah berwasiat kepadanya
Abu Al Aswad berkata “ Orang yang mengatakan semua ini benar-benar telah membuat kesalahan, bagaimana mungkin seorang utusan dapat mengetahui sebuah rahasia jika kau tak memberitahukan padanya, dan bagaimana mungkin dia bisa mengetahui keinginanmu?”, kemudian Abu Al Aswad bersyair :
Apabila kau mengutus seseorang untuk suatu urusan, berilah ia pengertian dan utuslah dengan sopan
Janganlah kau lupa memberi wasiat padanya tentang urusan itu, jika ia bukanlah orang yang cukup cerdas,
Jika wasiat itu hilang, janganlah kau memarahinya, karena dia bukanlah orang yang mengetahui rahasia itu.
Imam Jamaludin Al Asnawi berkata ; “guruku Abu hibban menyenandungkan kepadaku, syair dari Al hafidz Radhiyudin Abdullah Al Sathobi dari Abu Al Rabi’ Sulaiman Almarhum dari Abu Abdillah Rafi’ dari Abu Al Qasim Ibnu Husain dari Abu Abdillah Al Ghorri:
Hai pemuda, tidakkah kau berbaik hati,pada jiwa-jiwa yang lelah karena cinta
Kau tulis selembar kertas dengan ukiran bunga mawar melati,Ambillah dengan penuh rasa kasih,
Penolakanmu telah mencegahku untuk mengambilnya,sedang bisanya telah meracuniku,
Hai pemuda, sungguh indah jika ia bicara,dan aku tak pernah tersakiti oleh kata-katanya,
Ku katakan padanya,kau adalah orang yang mulia dimataku, dan kata-katamu sangat menyejukkan,
Hingga dipuncak kegersangan, dan tak pernah menyinggungku,
Saat dia melihatku bagaikan orang mati, maka aku mengaguminya,
Diapun berkata,”Banyak kekasih sungguh telah membuatku menderita,
sedangkan cintanya padaku telah menyiksaku,
Semoga Alloh mengasihinya karena aku telah membunuhnya,
Entahlah, aku tak tahu siapa yang akan menjawabnya
No comments:
Post a Comment