Dikisahkan tentang seekor anak singa yang membuntuti seekor tikus, hingga tikus itu lari dan naik ke pohon. Namun meskipun begitu, anak singa tidak berhenti sampai disitu, ia terus membuntutinya hingga tikus itu sampai ke ujung batang dahan dan tidak ada lagi tempat pelarian baginya.
Setelah itu, tikus turun ke daun kemudian menggigit ujung daun dan menggelantungkan dirinya. Dengan demikian, anak singa itu tidak menemukan jalan untuk menuju ke tempat tikus lagi, lalu
dipanggillah istri anak singa untuk dimintai bantuan. Setelah istrinya datang dan berada tepat dibawah pohon yang dinaiki tikus, lalu anak singa langsung memotong ranting dahan yang digigit oleh tikus hingga tikus itu jatuh.
Kemudian istri dan anak singa menangkap tikus tersebut dan pulang ke rumahnya.
Kisah diatas menunjukkkan tingginya tingkat kecerdasan pemikiran yang dimiliki oleh seekor anak singa.
Ada satu kisah lagi yang menunjukkan kuatnya sebuah pemikiran, yaitu kisah seorang laki-laki yang berburu seekor burung kemudian mengurungnya didalam sangkar, lalu datanglah induk dari burung itu. Setelah induk itu melihat anaknya lalu ia pergi lagi.
Setelah itu, si induk datang lagi dengan membawa uang satu dinar dimulutnya dan menemui pemburu anaknya bermaksud untuk menebus anaknya itu dengan satu dinar tadi. Namun, pemburu itu tidak melepaskannya. Kejadian seperti di atas dilakukan oleh Si induk hingga mencapai 5 dinar, namun tetap saja pemburu tidak melepaskannya.
Si induk lalu pergi dan datang lagi dengan membawa kain dimulutnya yang menunjukkan bahwa batas kemampuannya hanya sampai disitu, akan tetapi pemburu itu tetap tidak menghiraukannya.
Melihat sikap pemburu yang tak menghiraukannya, akhirnya Si induk memutuskan untuk kembali ke dinar-dinar itu, mengambil satu, lalu pergi. Karena takut dinar itu akan dibawa semuanya, akhirnya pemburu itu melepaskan anak Si induk burung tadi.
Kemudian Si induk meletakkan dinar itu lagi dan pergi bersama anaknya dengan segera.
Fadhil bin Abdurrohman berkata kepada Ruqoyah binti Abu Lahab: “Lihatlah seorang perempuan yang diketahui nasabnya, mulia pekerjaannya, sangat cantik, tampak sabar, jika duduk terlihat mulia, jika berdiri mampu menaklukkan, jika berjalan lemah gemulai, dari jauh terlihat menakjubkan, dari dekat memikat hati, selalu membahagiakan orang yang bergaul dengannya, memuliakan orang yang bertetangga dengannya, begitu romantis dan walud, tidak ada yang mengenalnya kecuali keluarganya, tidak membahagiakan kecuali hanya kepada suaminya.”
Lalu berkatalah Ruqoyah kepadanya: “Wahai putra pamanku, khitbahlah perempuan itu dari tuhanmu di akhirat, karena sesungguhnya kamu tidak akan menemukannya di dunia.”
Seorang yang bernama Abu Musa Al-Makfuf berkata kepada seorang pedagang keledai : “ Carikanlah saya seekor keledai yang tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar, jika jalan sepi ia berlari kencang, jika jalan itu penuh ia berjalan dengan pelan, ia tidak mau menabrak pasukan berkuda lainnya, tidak mau pula masuk ke daerah yang rusak tanahnya, ketika ada makanan yang banyak maka ia bersyukur, jika ada sedikit makanan maka ia pun sabar, jika saya menaikinya ia berjalan, ketika orang lain menaikinya ia tidur.”
Lalu pedagang itu menjawab: “
Bersabarlah.. [ semoga Alloh memuliakanmu] hingga Alloh mengubah seorang ahli hukum menjadi seekor keledai, maka engkau akan dapat mendapatkan apa yang engkau inginkan.”
Diceritakan, pada saat Alloh menciptakan akhlaq-akhlaq, maka “sifat qonaah” bekata: Saya akan pergi ke negara Hijaz.”
Lalu dsusul oleh “sabar”: “ Saya ikut bersamamu.”
Kemudian, “ `ilm” juga berkata: “Saya akan pergi ke Iraq.”
“Saya ikut bersamamu”, susul “`Aql”.
Tak kalah juga “ sifat mulia” berkata: “ Saya akan pergi ke daerah Syam.”
Kemudian disusul oleh “ sifat luhur”: “ Saya ikut denganmu.”
Si “kaya” pun ikut berkata: “ Saya akan pergi ke daerah Mesir.”
Lalu disusul juga oleh si “penyantun”: “ Saya akan ikut denganmu.”
Tak mau ketinggalan ”akhlaq jelek “ berkata: “ Saya akan pergi ke daerah barat.”
“Saya ikut denganmu.” sergah si “bakhil”.
Tak kalah semangat juga, “akhlaq yang baik”pun berkata: “ Saya akan pergi ke daerah Yaman.”
Dan disusul oleh si “murah hati”: “ Saya akan bersamamu.”
Kemudian “kesengsaraan” berkata: “ Saya akan pergi ke daerah pelosok.”
Disusul oleh “sifat perwira”: “ Saya akan ikut bersamamu.”
Untuk yang terakhir “sifat fasik” berkata: “Saya akan pergi ke Romawi.” Lalu disusul oleh “tipu daya”: “ Saya ikut denganmu
No comments:
Post a Comment