Sunday, January 15, 2017

Cara Beristinja' Dengan Air, Batu, Tisu dan Lainnya

Istinja' dari air kencing dan kotoran (tahi) hukumnya wajib. Dan yang lebih diutamakan adalah beristinja' dengan batu kemudian mengikutinya dengan air.

Boleh juga hanya (beristinja') dengan air atau dengan tiga buah batu yang dapat membersihkan tempat najis. Jika ingin (beristinja) hanya dengan salah satu dari keduanya maka dengan air lebih utama.

ﻭﺍﻻﺳﺘﻨﺠﺎﺀ ﻭﺍﺟﺐ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﻮﻝ ﻭﺍﻟﻐﺎﺋﻂ ﻭﺍﻷﻓﻀﻞ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﻨﺠﻲ ﺑﺎﻷﺣﺠﺎﺭ ﺛﻢ ﻳﺘﺒﻌﻬﺎ ﺑﺎﻟﻤﺎﺀ ﻭﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﻘﺘﺼﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﺃﻭ ﻋﻠﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﺣﺠﺎﺭ ﻳﻨﻘﻲ ﺑﻬﻦ ﺍﻟﻤﺤﻞ ﻓﺈﺫﺍ ﺃﺭﺍﺩ ﺍﻻﻗﺘﺼﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻓﺎﻟﻤﺎﺀ ﺃﻓﻀﻞ

Syarah

Istinja' adalah menghilangkan atau menyucikan najis yang keluar dari kemaluan ( qubul dan dubur) dengan menggunakan air atau batu.
Maka barangsiapa yang buang air kecil (misalnya), berarti telah keluar dari kemaluannya suatu najis.

Jika kemudian ia mencuci kemaluaannya dengan air atau mengusapnya dengan 3 batu, maka ini disebut istinja.

Hukum istinja adalah wajib. Maka, shalat tidak sah jika tidak disertai istinja'. Jika seseorang buang air kecil kemudian ia tidak beristinja, lalu berwudhu dan melaksanakan shalat, maka shalatnya tidak sah. Sebab, shalat tidak akan sah jika pada badan, pakaian atau tempat shalat terdapat najis.

Yang lebih utama ketika beristinja' adalah mengawali dengan 3 batu (atau satu batu yang memiliki tiga sisi) dan melanjutkannya dengan air. Jika seseorang buang air besar, sunnah baginya untuk memulai istinja' dengan batu-batu, mengusap duburnya dan menghilangkan benda atau ‘ain najisnya , kemudian menggunakan air untuk menghilangkan bekas yang masih tersisa. Dari sini dapat dipahami bahwa yang disyaratkan pada istinja' dengan batu hanyalah menyucikan benda atau ‘ain najis, sedangkan bekasannya tidak diwajibkan.

Alasan disunnahkan mengawali istinja' dengan batu dan dilanjutkan dengan air padahal air saja dapat membersihkan tempat najis itu secara sempurna, yakni penggunaan batu difungsikan agar tangan tidak terlalu banyak menyentuh najis.

Artinya, ketika seseorang beristinja' langsung dengan air dan tangannya, berarti ia menyiram najis itu dengan air dan tangannya akan menyentuh najis. Dengan menggunakan batu, maka 'ain najis akan dihilangkan dari tempat keluarnya, ia hanya perlu membersihkan sedikit bekasan najis dengan gosokan tangannya saat air disiramkan.

Jika seseorang ingin memilih salah satunya (antara batu dan air), maka air lebih utama dari batu, karena air dapat menghilangkan ‘ain (benda) najis beserta bekas yang menempel pada tempat yang akan disucikan, adapun batu hanya menghilangkan ‘ain najis namun bekasnya tidak bisa dihilangkan. Artinya, ‘ain najis memang akan hilang dengan batu, akan tetapi batu tidak dapat membersihkan tempat najis itu secara sempurna, akan tetap tersisa sedikit bekasan najis.

Dan bekasan tersebut ditoleransi atau dimaafkan oleh Allah karena diberikan keringanan untuk kaum muslimin, sehingga walaupun terdapat bekasan itu maka shalatnya tetap sah. Hal ini berlaku bagi yang beristinja' hanya dengan batu saja.

Sebab lebih diutamakannya beristinja dengan air dari pada batu karena air dapat membersihkan tempat najis itu secara sempurna.

Tentang Batu

Batu adalah salah satu alat (wasilah) untuk beristinja'. Dan alat ini statusnya bukan sebagai pengganti sebagaimana tayammum yang menggantikan wudhu hanya pada saat tidak dimungkinkannya berwudhu. Tayammum tidak sah jika ada air tanpa 'uzur. Adapun berkenaan istinja' dengan batu, diperbolehkan memilih istinja' dengan batu meskipun ada air. Sedangkan bekas najis yang masih tersisa itu, yang tidak dapat dihilangkan kecuali dengan air maka ditoleransi dalam agama jika seseorang hanya beristinja dengan batu saja.

Adapun jika istinja' dilakukan dengan air, maka sisa atau bekasan najis sekecil apapun tidak dapat ditoleransi (dimaafkan), wajib untuk membersihkan tampat najis secara sempurna.

Maka, orang yang beristinja dengan batu padahal ia dekat dengan sungai, istinja'nya sah dan tidak wajib menggunakan air.

Masalah ini bukan hanya terbatas pada batu saja, akan tetapi juga segala yang berfungsi seperti batu, misalnya tisu dan kain yang melengkapi syarat sebagai alat istinja'. Yakni setiap bahan yang suci, kering, tidak terhormat (misalnya tidak ada tulisan ayat al-quran padanya), yang dapat mengangkat dan menyerap najis maka dapat (sah) digunakan untuk istinja', S elain itu termasuk juga kayu yang yang melengkapi persyaratan-persyaratan tersebut.

Adapun jika bahan itu bukan dari jenis yang kering, maka tidak sah digunakan untuk istinja', seperti air mawar, cuka dan air sabun. Maka barangsiapa yang beristinja' dengan air mawar hingga membersihkan tempat najisnya, maka bersucinya tidak sah. Tempat itu tetap najis dalam sisi hukum, karena semua benda cair selain Air Mutlak tidak sah digunakan untuk istinja'.

Begitu pun jika batu atau benda lain yang serupa itu basah, maka tidak sah istinja' dengannya karena ia tidak kering. Contoh: seseorang beristinja' dengan batu yang dibasahi dengan air, maka istinjanya tidak sah, karena najis akan mengotori batu yang basah lalu batu yang basah tersebut kembali mengotori tempat najis sekitarnya, sebab itulah batu yang basah tidak bisa mengangkat najis sebagaimana mestinya. Berbeda halnya dengan batu kering yang mampu mengangkat atau menyerap najis sehingga najis tersebut tidak kembali menempel pada tempat keluarnya.

Begitu juga jika alat yang kering itu najis seperti kotoran (tahi) merpati kering, atau kain yang terkena najis, maka istinja'nya tidak sah. Syarat ini juga berlaku untuk batu, jika batu itu terkena najis, maka tidak sah istinja' dengannnya. Karena maksud istinja adalah bersuci, dan benda yang najis tidak dapat digunakan untuk itu.

Begitu juga jika benda itu kering dan suci, akan tetapi tidak dapat mengangkat najis, artinya tidak dapat membersihkan tempat najis, maka juga tidak sah istinja' dengannya. Seperti seseorang beristinja' dengan benda berbahan kaca yang halus, maka ini tidak dapat mengangkat najis.

Bagitu juga jika benda itu kering, suci dan dapat mengangkat najis, akan tetapi termasuk benda yang dihormati, maka juga tidak sah beristinja dengannya, seperti roti atau makanan yang lain, atau beristinja dengan buku-buku ilmu agama syariat.

Intinya, segala benda yang seperti batu dengan kriteria kering, suci, dapat membersihkan tempat najis dan bukan benda yang terhormat, boleh digunakan untuk beristinja.

Syarat-Syarat Istinja dengan Batu

Mengusap qubul atau dubur setelah buang air kecil dan besar tiga kali. Boleh dengan tiga batu, atau dengan satu batu tapi memiliki tiga sisi. Tidak boleh mengusap dengan satu batu dan dengan satu sisi tiga kali. Jika dilakukan seperti itu maka tempat najis tidak menjadi suci.

Contoh: seseorang buang air kecil, kemudian ia mengusap satu kali dan tempat najis itu langsung bersih, kemudian ia mengusap lagi dan selesai. Ini tidak sah dan tempat najis tidak menjadi suci pada syar’i karena ia hanya mengusap dua kali.

Maka harus dilakukan tiga kali walaupun tempat najis dapat dibersihkan dengan kurang dari tiga kali usapan. Adapun lebih dari tiga maka ini boleh. Bahkan jika dengan tiga kali usapan masih belum bersih maka mesti diusap lagi dengan batu atau sisi batu yang lain sampai kotorannya hilang.

Orang yang beristinja hendaknya membersihkan tempat najis, berusaha agar tidak ada yang tersisa kecuali bekas yang tidak dapat dihilangkan kecuali dengan air. Contoh: seseorang buang air besar, kemudian ia mengusap duburnya dengan tiga buah batu akan tetapi itu tidak membersihkan tempat najis.

Maka ia harus menambah usapan menjadi empat, lima atau enam sampai dapat membersihkan tempat najis. Dan disunnahkan jika lebih dari tiga untuk menutupnya dengan jumlah ganjil misalnya 5 kali, 7 kali atau seterusnya.

Kesimpulan Istinja dengan Batu dan Tissue

ﻓَﺼْﻞٌ : ﺷُﺮُﻭْﻁُ ﺇِﺟْﺰَﺍﺀِ ﺍﻟْﺤَﺠَﺮِ ﺛَﻤَﺎﻧِﻴَﺔٌ
ﺃﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺑِﺜَﻼَﺛﺔِ ﺃَﺣْﺠَﺎﺭٍ ﻭَﺃﻥْ ﻳُﻨْﻘِﻲَ ﺍﻟْﻤَﺤَﻞَّ ﻭَﺃﻥْ ﻻَ ﻳَﺠِﻒَّ ﺍﻟﻨَﺠَﺲُ ﻭَﺃَﻥْ ﻻَ ﻳَﻨْﺘَﻘِﻞَ ﻭَﻻَ ﻳَﻄْﺮَﺃَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺁﺧَﺮُ ﻭَﺃَﻥْ ﻻَ ﻳُﺠَﺎﻭِﺯَ ﺻَﻔْﺤَﺘَﻪُ ﻭَﺣَﺸَﻔَﺘَﻪُ ﻭَﺃَﻥْ ﻻَ ﻳُﺼِﻴْﺒَﻪُ ﻣَﺎﺀٌ ﻭَﺃﻥْ ﺗَﻜُﻮْﻥَ ﺍﻷَﺣْﺠَﺎﺭُ ﻃَﺎﻫِﺮَﺓً

Terjemahan

[Pasal] Syarat dianggap mencukupinya beristinja’ dengan batu:

1. Menggunakan 3 batu
2. Batu tersebut bisa membersihkan tempat najis
3. Najisnya belum sampai kering
4. Najisnya tidak berpindah ke tempat lain
5. Tidak terkena najis lain
6. Najisnya tidak melewati Pinggir lubang dubur (shafhah)dan ujung penis (khasyafah)
7. Najisnya tidak terkena air
8. Batu yang digunakan harus batu yang suci

Penjelasan

1. Istinja’ (membersihkan najis yang keluar saat buang air) bisa dilakukan dengan cara memakai batu terlebih dahulu kemudian dibasuh dengan air, hanya memakai air saja atau hanya memakai batu saja, namun yang paling baik adalah dengan cara pertama, yaitu mengusap dengan batu sebanayak 3 kali kemudian disiram dengan air.

2. Syarat – syarat istinja’ dibagi menjadi 3;

a) Syarat - syarat yang berkaitan dengan benda yang dipakai istinja’
b) Syarat – syarat yang berkaitan dengan penggunaan benda – benda yang dipakai istinja’
c) Syarat – syarat yang berkaitan dengan najis yang keluar ketika buang air

Syarat – syarat yang berkaitan dengan benda yang dipakai istinja’, yaitu :

a) Benda yang dipakai istinja’adalah benda padat dan kering, seperti batu atau tisu. Karena itu tidak sah istinja’ menggunakan benda cair, semisal air cuka.
b) Benda yang digunakan adalah benda yang suci, bukan benda yang najis, seperti kotoran (tahi) merpatiatau benda yang terkena najis.
c) Benda tersebut bisa menghilangkan kotoran yang keluar, maka dari itu tidak sah beristinja’ dengan menggunakan benda yang yang halus, seperti debu yang lembut atau pohon bambu yang halus.
d) Benda tersebut tidak dimuliakan, jadi tidak boleh dan tidak sah istinja’ dengan benda yang dimuliakan, semisal kertas yang bertuliskan nama Allah, malaikat atau nama para rasul dan nabi, contoh lainnya seperti kitab – kitab atau buku – buku tentang ilmu agama, seperti tafsir, hadits dan fiqih.

Syarat-syarat yang berkaitan dengan penggunaan benda-benda yang dipakai istinja’ yaitu :

a. Menggunakan 3 batu atau sejenisnya atau 3 sisinya, jadi tidak boleh kurang dari 3 kali usapan. apabila sudah mencukupi, jika belum cukup maka harus diusap lagi sanpai kotorannya tidak ada.
b. Benda yang digunakan istinja’ tersebut mampu menghilangkan kotoran hingga tak tersisa lagi kecuali bekasnya saja, namun disunatkan untuk menghilangkan bekasnya juga.

Jadi tidak memadaiberistinja’ dengan benda yang lembut (halus) yang tak mampu membersihkan kotoran, semisal dengan kaca atau plastik.

Syarat – syarat yang berkaitan dengan najis yang keluar ketika buang air yaitu :

a. Najis yang menempel belum sampai kering, apabila sudah kering maka mesti istinja’ dengan air sampai suci dan tidak cukup hanya dengan batu.
b. Najis yang keluar tidak berpindah ke tempat lain, semisal pindah ke paha, apabila berpindah maka istinja’nya harus dengan air.
c. Najis tersebut tidak bertemuatau bercampur dengan najis lain, semisal terkena kotoran binatang, apabila bercampur dengan najis lain, istinja’nya harus dengan air.
d Tinja yang keluar tidak melewati pinggir (shafhah) lubang dubur dan air kecing yang keluar tidak melewati hasyafah (bagian ujung penis yang terlihat setelah dikhitan). Jika sampai melewati maka harus istinja’ dengan air.
e. Kotoran yang keluar tidak terkena air, apabila terkena air harus istinja’ dengan air.

Keterangan Khusus Mengenai Istinja' dengan Tisu dapat dilihat dalam beberapa referensi berikut :

ﺑﻐﻴﺔ ﺍﻟﻤﺴﺘﺮﺷﺪﻳﻦ ﺍﻟﺠﺰﺀ ١ ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ ٢٧
ﻳﺠﻮﺯ ﺍﻻﺳﺘﻨﺠﺎﺀ ﺑﺄﻭﺭﺍﻕ ﺍﻟﺒﻴﺎﺽ ﺍﻟﺨﺎﻟﻰ ﻋﻦ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻹﻳﻌﺎﺏ .
ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻷﻭّﻝ ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ ٩٧
ﺃﻣﺎ ﺍﻟﻮﺭﻕ ﺍﻟﺬﻯ ﻻﻳﺼﻠﺢ ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﻻﺳﺘﺠﻤﺎﺭ ﺑﻪ ﺑﺪﻭﻥ ﻛﺮﺍﻫﺔ .
ﻭﻣﺜﻠﻪ ﺍﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻷﻭﻝ ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ ١٠٨
ﻭﻛﻔﺎﻳﺔ ﺍﻷﺧﻴﺎﺭ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻷﻭّﻝ ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ ٢٨
ﻭ ﺧﺎﺷﻴﺔ ﺍﻟﻘﻠﻴﻮﻱ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻷﻭﻝ ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ 34-32

Referensi

1. Fathul Qarib, Hal : 16
2. Ghayatul Muna, Hal : 122
3. Ghayatul Muna, Hal : 125 - 129

No comments:

Post a Comment